Oleh: KH. Drs. Yakhsyallah
Mansur, M.A.*
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ
تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ
مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: "Wahai
Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (Q.S. Ali Imran [3]: 26)
Asbabun Nuzul
Imam Al Baghawi dan Al
Wahidy meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik berkata, “Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhasil membebaskan kota Makkah,
beliau menjanjikan kepada umat Islam bahwa Kerajaan Persi dan Kerajaan Romawi
juga akan dibebaskan. Kemudian orang munafiq dan orang yahudi berkata, “Tidak
mungkin, tidak mungkin. Dari mana Muhammad dapat membebaskan Kerajaan Persi dan
Romawi karena kerajaan ini sangat kuat dan kokoh. Apakah Makkah dan Madinah
tidak cukup bagi Muhammad sehingga ingin menguasai Kerajaan Persi dan Romawi?”
Maka Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menurunkan ayat tersebut.
Penjelasan
Ayat ini merupakan
sebagian ayat yang menjelaskan tentang kekuasaan dan kepemimpinan atas yang
lain yang sering disebut dengan istilah hegemoni. Pada ayat ini disebutkan
bahwa Allah lah penguasa yang sebenarnya. Sebagaimana disebutkan pada ayat ini:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Maha Suci Allah
Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (Q.S. Al-Mulk [67]: 1)
Kekuasaan manusia
betapapun besarnya hanyalah pinjaman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan naiknya
seseorang menjadi penguasa hanyalah setelah adanya pengakuan dari orang lain.
Sedang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Maha Kuasa tidaklah berkuasa karena diangkat
dan seandainya semua makhluk di muka bumi tidak mau mengakui kekuasaan Allah,
Allah tetap Maha Kuasa.
Maka pada ayat di atas,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengajarkan kepada manusia dengan ungkapan penuh
ta’dzim tentang kekuasaan. Dilihat dari segi kata-kata, ayat di atas
bernuansakan doa; dari segi makna merupakan pengharapan; dari segi isi
merupakan sentuhan halus pada perasaan manusia agar tidak berambisi kepada
kekuasaan; dari segi ‘kauniyah’ menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah dalam
mengatur alam raya ini dan manusia hanya bagian kecil dari bagian alam raya
yang Mahaluas ini.
Menurut Ahmad Musthafa Al
Maraghi ayat di atas merupakan penghibur untuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam menghadapi orang yag menentang Islam sekaligus sebagai peringatan
untuk beliau akan kekuasaan Allah yang mampu menolong agama-Nya dan meluhurkan
kalimat-Nya.
Muhammad Ramadlan Al Buthy
menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berjuang bukanlah
untuk mecapai suatu hegemoni (kekuasaan) atau mencapai jabatan tertinggi kepada
sebagai penguasa atau raja.
Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishaq
meriwayatkan bahwa ‘Utbah bin Rabiah, salah satu cendikiawan kafir Quraisy
datang menghadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar beliau
menghentikan dakwahnya sambil berkata, “Wahai putra saudaraku, jika dengan
dakwah yang anda lakukan itu anda ingin mendapatkan harta, maka akan kami
kumpulkan harta yang ada pada kami untuk anda sehingga anda menjadi orang yang
terkaya di kalangan kami. Jika anda menginginkan kehormatan dan kemuliaan, anda
akan kami angkat sebagai pemimpin dan kami tidak memutuskan persoalan apapun
tanpa persetujuan anda. Jika anda ingin menjadi raja, kami bersedia menobatkan
anda sebagai raja kami. Jika anda tidak sanggup menangkal jin yang merasuk ke
dalam diri anda, kami bersedia mencari tabib untuk menyembuhkan anda tanpa
menghitung biaya yang diperlukan sampai anda sembuh.”
Ketika tawaran Utbah ini
ditolak oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para pembesar Quraisy
beramai-ramai mendatangi beliau dengan menawarkan apa yang ditawarkan oleh
Utbah. Kepada mereka beliau menyampaikan, “Aku tidak memerlukan semua yang
kamu tawarkan. Aku berdakwah tidak karena menginginkan harta kekayaan,
kehormatan atau kekuasaan. Tetapi Allah mengutusku sebagai Rasul. Dia
menurunkan Kitab kepadaku dan memerintahkan aku menjadi pemberi kabar gembira
dan peringatan.”
Dari sini tampak jelas
bahwa tujuan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bukan untuk mencari
kekuasaan dan beliau tidak mau menggunakan kekuasaan untuk menegakkan
risalahnya, seperti yang dilakukan para penganjur ideologi sekuler yang
memanfaatkan kekuasaan untuk memaksakan ideologi kepada orang lain.
Jika cara seperti ini
dibenarkan dan dianggap sebagai “kebijaksanaan” yang syar’i, niscaya tidak ada
bedanya dakwah Islam dan penganjur kebaikan karena dakwah Islam berdasar
kerelaan, sebagaimana firman Allah:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ
الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ
اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. Al Baqarah [2]: 256)
Sedang penganjur kebatilan
berdasar kesewenang-wenangan, dan penindasan. Sebagaimana firman Allah:
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا
شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةًمِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي
نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Fir´aun
telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki
mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya
Fir´aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al Qashash [28]:
4)
Hegemoni Islam mulai
mendunia di masa Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah. Sekalipun di awal
kekuasaannya menimbulkan kontroversi yang dahsyat di kalangan umat Islam,
tetapi kekuasaan Bani Umayyah telah menyumbangkan kepada umat Islam kekuasaan
imperium yang luar biasa. Tidaklah salah bila dikatakan bahwa pada masa ini,
hegemoni dan pengaruh Islam di luar jazirah Arab telah mencapai prestasi yang
mencenggangkan.
Secara syar’i, Bani
Umayyah dengan pemimpin yang pertama Muawiyah bin Abi Shafyan telah mengubah
sistem khilafah menjadi monarki. Abul A’la al-Maududi menyebut
pemerintahan Bani Umayyah sebagai kerajaan. Ketika menulis khalifah di depan
nama Muawiyah, ia menulisnya dengan menggunakan tanda kutip, “Khalifah.”
Menurut Maududi, kekuasaan Bani Umayyah tidak berdasarkan persetujuan kaum
muslimin, dan tidak pula dipilih oleh umat Islam secara bebas melainkan
berdasarkan kekuatan pedang.
Hegemoni umat Islam atas
manusia berakhir dengan ruhtuhnya Khilafah Utsmaniyah yang ditengarai dengan
munculny Kemal Al-Tatruk yang mengganti sistem Islam dengan sistem kapitalisme.
Sejak itu kebesaran Turki Utsmani benar-benar tenggelam bahkan tidak lama
kemudian pada tahun 1924 Kekhilafahan dihapuskan. Semua daerah kekuasaannya
yang luas baik Asia, Afrika maupun Eropa dijajah oleh negara-negara Barat.
Ketika hegemoni Islam
mendunia, keamanan dunia relatif dapat tercipta, para pengikut berbagai macam
agama hidup dengan tenang dan terhormat karena mereka diberlakukan dengan
sangat baik.
Kemajuan ekonomi pada masa
kejayaan Islam dititik beratkan pada perdagangan dan industri. Bidang
perdagangan, yang terutama adalah pakaian dan tekstil yang dikonsumsi oleh
orang-orang Cina dan Eropa. Sedangkan di bidang industri, adalah penenunan yang
mencakup produksi kain, bahan pakaian, dan karpet.
Di dunia Islam tidak
mengenal sistem perbankan, mereka tidak menggunakan uang kertas (fiat money),
tetapi mereka menggunakan dirhan (perak) mengikuti orang-orang Persi, dan dinar
emas, mengikuti orang-orang Bizantium. Karena nilai logam ini relatif tidak
berfluktuasi maka terbentuknya sistem keuangan yang sangat efisien, sehingga
sebuah cek yang dikeluarkan di Baghdad dapat diuangkan di Maroko.
Penjajahan Barat terhadap
dunia Islam diawali dengan Perang Salib yang berlatar belakang sebagai berikut:
- Mercenary, yaitu untuk mencari keuntungan di negeri-negeri Islam
- Missionary, yaitu untuk menyebarkan agama Kristen ke negeri-negeri Islam
- Military, yaitu untuk perluasan daerah militer.
Selain hal di atas, yang
melatarbelakangi penjajahan Barat adalah faktor ekonomi dan kekuasaan.
Bentuk-bentuk penjajahan
Barat terhadap dunia Islam berupa penyerangan, penaklukan, sehingga
wilayah-wilayah Islam yang jatuh ke negara-negara Barat, rakyatnya ditindas dan
diperbudak.
Hegemoni Barat terhadap
dunia Islam ternyata membawa implikasi yang sangat luas bagi perkembangan
peradaban Islam, baik peradaban material yang berupa teknologi baru maupun
peradaban mental.
Hegemoni Barat telah
memicu gerakan pembaharuan Islam yang bertujuan untuk memurnikan agama Islam
dari pengaruh asing dan menggali sumber-sumber Islam dan menyadarkan umat Islam
untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah.
Umat Islam menyadari bahwa
hegemoni Barat terhadap dunia Islam adalah dikarenakan kaum muslimin tidak
dalam kondisi bersatu. Perpecahan terjadi di seluruh wilayah dan para pemimpin
Islam saling bermusuhan serta tidak memiliki seorang pemimpin. Oleh karena itu
muncullah kesadaran umat Islam untuk kembali menghidupkan sistem kesatuan
kepemimpinan yang disebut dengan sistem khilafah.
Di Indonesia, kesadaran
ini dipelopori oleh Imam Wali Al-Fataah ketika beliau bersedia untuk dibaiat
sebagai Imaamul Muslimin dalam sebuah gerakan yang awalnya disebut gerakan
Hizbullah. Selanjutnya gerakan ini menemukan bentuknya sesuai dengan
dalil-dalil yang qath’i yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah dalam bentuk
Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Bersamaan berkembangnya
Jama’ah Muslimin (Hizbullah), hegemoni Barat terhadap dunia Islam mulai
melemah. Hal ini adalah sebagai isyarat firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah yang mengutus
Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya
di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.”(Q.S. As-Shaff [61]:
9)
Melemahnya hegemoni Barat
terhadap Islam tampak dimulai dari kerusakan-kerusakan dalam kehidupan mereka:
1. Kerusakan sistem
politik
Sistem politk yang hanya
berdasarkan persangkaan telah menghancurkan kehidupan masyarakat Barat. Sistem
demokrasi yang mereka katakan sebagai kedaulatan rakyat faktnya kedualatan yang
bukan rakyat melainkan di tangan pemilik modal. Di Amerika Serikat, untuk
menjadi anggota senat, diperlukan biaya US$ 427.117 (Rp 4.271.170.000/ kurs Rp
10.000). dan untuk menduduki jabatan presiden berdasarkan data tahun 1989,
perlu US$ 500milyar (Rp 5.000.oo0.000.000.000/ kurs Rp 10000).
2. Kerusakan sistem
ekonomi
Sistem ekonomi Barat yang
berdasarkan kepada sistem perbankan telah menimbulkan berbagai macam krisis
ekonomi dan moneter yang akhirnya membawa beberapa negara menuju kepada
kebangkrutan, seperti Yunani, Brazil, Amerika Serikat, dan sebagainya.
3. Kerusakan sistem sosial
Sistem interaksi pria dan
wanita yang kering dari nilai spiritual menyebabkan wanita hanya dianggap
sebagai komunitas dagang pemuas nafsu laki-laki. Sistem sosial seperti ini terbukti
menghancurkan sistem keluarga menyebarkan penyakit kelamin, menimbulkan
kebejatan moral, dan melahirkan anak-anak zina. Perselingkuhan dianggap sebagai
pertemanan, cerai dilarang, dan poligami dianggap sebagai perbuatan kriminal.
Kerusakan-kerusakan di
atas, membuka peluang untuk menyebarkan dakwah Islam yang menjadi jalan
keselamatan bagi umat manusia.
Islam mengajarkan bahwa
kekuasaan bukan merupakan suatu tujuan tetapi anugerah Allah Subhanahu Wa
Ta’ala sehingga perebutan kekuasaan yang merupakan salah satu sumber kerusakan
dapat dihindari. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
اللَّهُمَّ لا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ ، وَلا مُعْطِي لِمَا
مَنَعْتَ ، وَلا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ (رواه
البزار)
“Ya Allah, tidak ada yang
bisa mencegah apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi apa yang
Engkau cegah, tidak bermanfaat kemuliaan bagi orang yang memiliki
kemuliaan.” (H.R. Al-Bazzar)
Wallahu A’lam bis Shawab.
*Pimpinan Ma’had Al-Fatah
Indonesia
Disampaikan pada Tabligh Akbar "Dengan Ramadhan Kita Tingkatkan Ukhuwah Khairu Ummah Menuju Pembebasan Masjid Al-Aqsha di Tengah Hegemoni Barat" pada Ahad, 21 Sya'ban 1434 H/ 30 Juni 2013 M di Masjid At-Taqwa, Pondok Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar